Celah kebohongan berusaha
terus menggerogoti kepercayaan yang telah lama dipegang. Kadang kekecewaan yang
selalu datang terakhir itu, menjadikan manusia geram dan lesu untuk sekedar
bertemu dengan hal yang membuatnya kecewa. Kesabaran memang ada batasnya, namun
sering manusia mengedepankan emosional daripada akal sehat. Waktu telah
mengajarkan manusia bertindak semaunya. Amanah akan menjaga manusia dari waktu
yang sia-sia. Maka kapan pun amanah jatuh pada seseorang, sesungguhnya tak ada
alasan lagi untuk berkata tidak, apalagi melimpahkan untuk orang lain. Allah
telah mengajarkan pada kita kalimat itu dengan jelas pada kitab-Nya yang agung.
Muslimah hendaknya memancarkan sinar cemerlang itu. Begitu pula hal senada dibuktikan
oleh seorang wanita asli Majalengka.
Hidup di lingkungan islami
sejak SMP membuatnya tidak kenyang akan ilmu agama suci ini. Dimana pun ia
berada, di sanalah nilai islam diusahakan tegak berdiri. Toleransi tak ada
lagi, walau sedikit. Kebanyakan kawan-kawan sejawat atau yang bersahabat dalam
satu kepengurusan, memahami sifat dasar akhwat satu ini. Pembawaannya yang
bermental ikhwan menyihir persepsi orang menjadi segan dan mematuhi apa yang
dikatakannya. Caranya bertutur juga santun, pesannya tersampaikan, namun tidak saklek. Begitulah dengan kerendahan
hatinya, ia memeluk umat dengan erat dan halus. Walau dibilang akhwat bermental
ikhwan, tapi hatinya telah menyampaikan pesan kuat keakhwatan untuk qonaah dan
tawadhu’. Pelajaran nomor satu yang diajarkannya.
Bergulirnya masa menuju
akhir pertemuan adalah detik-detik ketika manusia mempererat hubungan ukhuwah.
Bahkan untuk saling bertukar kado atau sekedar mengajak berdiskusi kecil saat
luang. Tapi akhwat satu ini agaknya memiliki cara tersendiri. Asalnya bukan
suku Jawa asli, namun jiwanya yang suka basa-basi mendorongnya untuk sering
menjalin ukhuwah, walau hanya bermodal telepon genggam dalam jarak jauh. Pikirannya
yang sepertinya telah tertancap kuat dunia umat, memaksanya menanyakan berbagai
hal mengenai perkembangan dunia kampus. Apa yang terjadi, info apa yang bisa
dibagi, kabar apa yang bisa didiskusikan dan hal lain yang menyangkut semua
tentang umat, khususnya umat di fakultas ini. Perhatian dan pengorbanannya yang
total telah ia teladankan pada adik-adiknya. Sapaan, walau hanya serupa pesan
singkat telah memberi kesan seumur hidup, nampaknya. Dia telah berhasil
mengajarkan kami sebuah keteladanan berlandaskan perhatian. Pelajaran nomor dua
untuk hidup berorganisasi dan menjaga jundi tetap semangat mengemban amanah.
Tatkala bercanda dan
tertawa dianggap mampu mencairkan suasana ekslusif bagi pengemban amanah dakwah
kampus, maka akhwat ini pun demikian. Di saat ada ikhwan yang mengaku dirinya
bukan aliran “pengguna tabir” saat syuro, maka jiwanya sebagai pemimpin tidak
lantas menolak dengan tegas. Awalnya ia penuhi keinginan si ikhwan, namun
dengan berjalannya waku menemani dengan kesabaran, perlahan ia tanyakan alasan.
Di balik itu semua, telah ia siapkan jawaban terjitu ala si akhwat berjiwa
ikhwan ini. Segala analogi atas jawaban yang mengatasnamakan kemurnian islam
akhirnya bisa diterima dengan lapang pikiran. Tak ada yang tersakiti, tak ada
yang merasa tersindir. Dengan cara yang sederhana dan menunda sikap egois, maka
masalah akan selesai, dan Allah meridhoi. Islam itu hakikatnya cantik,
tergantung si pembawa akan membungkusnya dengan cantik pula atau tidak.
Perumpamaan ini cukup memberi gambaran bagaimana akhwat ini mempersembahkan begitu
indahhnya islam dengan analogi rasional. Ia akhwat cerdas, dengan segala
kekurangannya. Pelajaran nomor tiga menjadi agen islam yang baik di dunia,
dalam lingkup lebih sempit.
Jalur sosial politik
pernah ia geluti, bahkan posisinya ada di kebijakan publik. Menyoroti kebijakan
apa yang sedang terjadi, apakah berpengaruh pada rakyat? Posisi yang jika
dipikir lebih dalam, esensinya tidak seringan kapas. Dibarengi dengan posisi
bidang kajian strategi, tentu telah mengasah otaknya terhadap permasalahan dan
solusi untuk negeri. Dia akhwat yang tak mau tutup telinga dengan isu terbaru
dunia sosial politik. Inilah yang membuat islam tetap jaya, saat pemegang
tongkat estafet perjuangan di dalamnya selalu up-date info di sekelilingnya. Allah tak pernah mengajarkan mencari
ilmu setengah-setengah. Ilmu Allah adalah yang utama, tapi ayat-ayat
kauniyah-Nya di alam serasa rugi jika ditinggalkan untuk disimak. Dan akhwat
ini membuktikan dengan keseriusannya menapaki hal terbaru dari lingkungan ia
tinggal, dan sigap untuk mengkritisi lalu bertindak sesuai kemampuannya. Ini
pelajaran ke-empat bisa dipetik dari seorang Nyndia Rizki Novita.
Jiwa keagamannya yang
kental dituangkan pula pada kontribusi maksimal pada unit kegiatan keagamaan
intern dan ekstern kampus. Bicara posisi, tak ada yang perlu diragukan.
Jabatannya selalu di atas. Baginya posisi tak ada maknanya. Di manapun ia
ditempatkan, asalkan bisa berkontribusi dan niat karena Allah telah cukup
menjadi hal tertinggi baginya. Merebut jabatan tertinggi adalah alasan terendah
untuk diungkapkan bagi seorang yang berprinsip walaa tayasu mirrouwhillah ini. Pelajaran ke-lima untuk sebuah tindakan
syumuliyatul islam. Bahwa islam tak hanya bergerak linier pada satu garis
keagamaan, tapi bisa juga menempatkan agennya dalam segala aspek kehidupan. Sekali
lagi, karena islam itu indah, kawan.
Amanah
yang banyak diembannya tidak serta merta menuntut futurnya keluar. Amalan yang
terjaga setiap hari menggugah selalu fit menghadapi segala kelu dalam berkarya
di setiap tanggung jawab. Patut disyukuri saat amanah justru menguatkan dan
menjaganya untuk berpikir mendalam tentang kebaikan dan kebajikan. Waktunya
yang ia songsong tak ada yang sia-sia. Bahkan dialah penggerak di setiap
kesempatan. Terkadang, tak ada dia, suasana tak lagi pecah. Dengan segala
tingkah yang kadang aneh, tapi justru membuat kami tertawa. Dia tak pernah
marah anehnya, saat kami tertawa karena ke-anehannya. Itulah cirikhasnya.
Itulah dia apa adanya. Pelajaran ke-enam. Semangatnya tak seperti air, mengalir
kemana arah angin membimbing. Semangatnya selalu di atas rata-rata. Saat orang
lain berkata “aku sudah lelah dengan perjalanan ini”, ia mempunyai seribu
alasan untuk memotong keluh kesah klasik seperti itu. Saat kami tak ada ide
lagi untuk membuat umat tertarik dengan agenda kebaikan, ia selalu menjadi
lampu bersinar memancarkan kreativitas konyol, yang kami bisa terima dengan
keseriusan. Sifatnya yang sembodo menunjukkan bahwa raganya tak hanya melakukan
hal karena saraf dengan signal pengaruh masyarakat. Sulut semangatnya selalu
hangat setiap kami berpapasan dan bernaung bersama dalam perjalanan terjal ini.
Dialah sang ceria dari Majalengka. Ia mengaku dirinya percaya diri, dan kami
mengakui.
By : Yuniva Tri Lestari untuk Annisa
GAMAIS FKM UNDIP (Kisah Inspiratif INSANI UNDIP 2012).
0 Comment:
Posting Komentar